Jumat, 30 April 2010

qiyas

DEFINISI QIYAS

Qiyas menurut istilah ahli ushul fiqih adalah : mempersamakan suatu kasus yang tidak ada nash hukumnya dengan suatu kasus yang ada nash hukumnya, dalam hukum yang ada nashnya, karena persamaan kedua itu dalam illat hukumnya.

Maka apabila suatu nash telah menunjukkan hukum mengenai suatu kasus dan illat hukum, itu telah diketahui melalui salah satu metode untuk mengetahui illat hukum, kemudian ada kasus lainnya yang sama dengan kasus yang ada nashnya itu dalam suatu illat yang illat hukum itu juga terdapat pada kasus itu, maka hukum kasus itu disamakan dengan hukum kasus yang ada nashnya, berdasarkan atas persamaan illatnya, karena sesungguhnya hukum itu ada dimana illat hukun ada.



PEMBAGIAN QIYAS

Pembagian qiyas
Qiyas dapat dibagi kepada tiga macam, yaitu: 1. Qiyas 'illat; 2. Qiyas dalalah dan 3. Qiyas syibih.

1. Qiyas 'illat
Qiyas 'illat, ialah qiyas yang mempersamakan ashal dengan fara' karena keduanya mempunyai persamaan 'illat. Qiyas 'illat terbagi:
a. Qiyas jali
Ialah qiyas yang 'illatnya berdasarkan dalil yang pasti, tidak ada kemungkinan lain selain dari 'illat yang ditunjukkan oleh dalil itu.
b. Qiyas mulawi. Ialah qiyas yang hukum pada fara' sebenarnya lebih utama ditetapkan dibanding dengan hukum pada ashal. Seperti haramnya hukum mengucapkan kata-kata "ah" kepada kedua orangtua berdasarkan firman Allah SWT yang artinya: "Maka janganlah ucapkan kata-kata "ah" kepada kedua orangtua(mu)." (al-Isrâ': 23)
'Illatnya ialah menyakiti hati kedua orangtua. Bagaimana hukum memukul orang tua? Dari kedua peristiwa nyatalah bahwa hati orang tua lebih sakit bila dipukul anaknya dibanding dengan ucapan "ah" yang diucapkan anaknya kepadanya. Karena itu sebenarnya hukum yang ditetapkan bagi fara' lebih utama dibanding dengan hukum yang ditetapkan pada ashal.
c. Qiyas musawi
Ialah qiyas hukum yang ditetapkan pada fara' sebanding dengan hukum yang ditetapkan pada ashal, seperti menjual harta anak yatim diqiyaskan kepada memakan harta anak yatim. 'Illatnya ialah sama-sama menghabiskan harta anak yatim. Memakan harta anak yatim haram hukumnya berdasarkan firman Allah SWT yang artinya:
"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara aniaya, ia tidak lain hanyalah menelan api neraka ke dalam perutnya." (an-Nisâ': 10)
Karena itu ditetapkan pulalah haram hukumnya menjual harta anak yatim. Dari kedua peristiwa ini nampak bahwa hukum yang ditetapkan pada ashal sama pantasnya dengan hukum yang ditetapkan pada fara'.

d. Qiyas khafi
Ialah qiyas yang 'ilIatnya mungkin dijadikan 'illat dan mungkin pula tidak dijadikan 'illat, seperti mengqiyaskan sisa minuman burung kepada sisa minuman binatang buas. "IlIatnya ialah kedua binatang itu sama-sama minum dengan mulutnya, sehingga air liurnya bercampur dengan sisa minumannya itu. 'IlIat ini mungkin dapat digunakan untuk sisa burung buas dan mungkin pula tidak, karena mulut burung buas berbeda dengan mulut binatang buas. Mulut burung buas terdiri dari tulang atau zat tanduk. Tulang atau zat tanduk adalah suci, sedang mulut binatang buas adalah daging, daging binatang buas adalah haram, namun kedua-duanya adalah mulut, dan sisa minuman. Yang tersembunyi di sini ialah keadaan mulut burung buas yang berupa tulang atau zat tanduk.

2. Qiyas Dalalah
Qiyas dalalah ialah qiyas yang 'illatnya tidak disebut, tetapi merupakan petunjuk yang menunjukkan adanya 'illat untuk menetapkan sesuatu hukum dari suatu peristiwa. Seperti harta kanak-kanak yang belum baligh, apakah wajib ditunaikan zakatnya atau tidak. Para ulama yang menetapkannya wajib mengqiyaskannya kepada harta orang yang telah baligh, karena ada petunjuk yang menyatakan 'illatnya, yaitu kedua harta itu sama-sama dapat bertambah atau berkembang. Tetapi Madzhab Hanafi, tidak mengqiyaskannya kepada orang yang telah baligh, tetapi kepada ibadah, seperti shalat, puasa dan sebagainya. Ibadah hanya diwajibkan kepada orang yang mukallaf, termasuk di dalamnya orang yang telah baligh, tetapi tidak diwajibkan kepada anak kecil (orang yang belum baligh). Karena itu anak kecil tidak wajib menunaikan zakat hartanya yang telah memenuhi syarat-syarat zakat.

3. Qiyas Syibih
Qiyas syibih ialah qiyas yang fara' dapat diqiyaskan kepada dua ashal atau lebih, tetapi diambil ashal yang lebih banyak persamaannya dengan fara'. Seperti hukum merusak budak dapat diqiyaskan kepada hukum merusak orang merdeka, karena kedua-duanya adalah manusia. Tetapi dapat pula diqiyaskan kepada harta benda, karena sama-sama merupakan hak milik. Dalam hal ini budak diqiyaskan kepada harta benda karena lebih banyak persamaannya dibanding dengan diqiyaskan kepada orang merdeka. Sebagaimana harta budak dapat diperjualbelikan, diberikan kepada orang lain, diwariskan, diwakafkan dan sebagainya.



RUKUN-RUKUN QIYAS

Setiap qiyas terdiri dari empat rukun, yaitu:

1. Al-Ashlu, yaitu : sesuatu yang ada nash hukumnya. Ia disebut juga al-maqis ‘ alaih (yang diqiyaskan kepadanya), mahmul ‘alaih (yang dijadikan pertanggungan), dan musyabbah bih (yang diserupakan dengannya).

2. Al-Far’u, yaitu : sesuatu yang tidak ada nash hukumnya. Ia juga disebut : al-maqis (yang diqiyaskan) , al-mahmul (yang dipertanggungkan), dan al-musyabbah (yang diserupakan).

3. Hukum Ashl, yaitu : Hukum syara’ yang ada nashnya pada al-ashl (pokok)nya, dan ia dimaksudkan untuk menjadi hukum pada al-far’u (cabangnya).

4. Al-Illat , yaitu : suatu sifat yang dijadikan dasar untuk membentuk hukum pokok, dan berdasarkan adanya keberadaan sifat itu pada cabang (far’), maka ia disamakan dengan pokoknya dari segi hukumnya.

Minuman khamar adalah ashl (pokok) karena dialah yang ada nash hukumnya. Yaitu firman Allah SWT :



ﻔﺎﺠﺘﻧﺑﻮﮦ



Artinya : “maka jauhilah dia”



DALIL YANG MENERIMA QIYAS



Menurut mazhab zumhur ulama Islam, bahwasannya qiyas merupakan hujjah syar’iyyah atas hukum-hukum mengenai perbuatan manusia (amaliyyah). Ia menduduki peringkat keempat diantara hujjah-hujjah syar’iyyah, dengan pengertian apabila dalam suatu kasus tidak ditemukan hukumnya berdasarkan nash (Al-Quran dan sunnah) dan ijma’ dan diperoleh ketetapan bahwa kasus itu menyamai suatu kejadian yang ada nash hukumnya dari segi illat hukum ini, maka kasus itu diqiyaskan dengan kasus tersebut dan ia diberi hukum dengan hukumnya, dan hukum ini merupakan hukumnya menurut syara’. Dan seorang mukallaf harus mengikutinya dan mengamalkannya. Mereka ini dikatakan sebagai orang-orang yang menetapkan qiyas (mutsbitul qiyas).



Adapun dalil Al-Quran yang menerima qiyas adalah :

Firman Allah SWT. dalam surat An-Nisa’ :

Pertama :



Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat mengenai sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (Q.S.4/ An-Nisa’ : 59)





Segi pengambilan dalil ayat ini ialah bahwasannya Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang mukmin jika mereka berlainan dan berbeda pendapat mengenai sesuatu hal, yang tidak ada hukumnya bagi Allah, maupun Rasulnya, maupun ulil amri diantara mereka, agar supaya mengembalikannya kepada Allah dan Rasul. Sedangkan mengembalikannya kepada Allah dan Rasul . meliputi cara apa saja yang bisa dikatakan sebagai mengembalikan kepada keduanya. Tidak ada keraguan lagi, bahwasannya menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya, karena adanya persamaan keduanya dalam hal illat hukum nash, adalah termasuk mengembalikan sesuatu yang tidak ada nashnya kepada Allah dan Rasul, karena hal itu mengandung pengertian mengikuti Allah dan Rasulnya dalam hukumnya.



Firman Allah SWT dalam surah Al-Hasyr :

Kedua :



Artinya :

“Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir diantara ahli kitab dari kampong-kampung mereka pada saat pengusiran kali yang pertama. Kami tidak menyangka bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin bahwa benteng-benteng mereka itu akan dapat mempertahankan merka dari (siksaan Allah), maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah mencampakan ketakutan kedalam hati mereka, mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan”.(Q.S.59 / Al-Hasyr : 2).

DALIL YANG MENOLAK QIYAS

Diantara kekaburan mereka yang paling jelas adalah perkataan mereka, bahwasannya qiyas didasarkan atas zhann (dugaan), sebagai mana illat hukum nash ini adalah begini. Sedangkan sesuatu yang didasarkan atas zhann adalah zhanni (bersifat dugaan juga). Dan Allah SWT mencela terhadap orang-orang yang mengikuti dugaan, Allah SWT berfirman :



Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (Q.S.17/ Al-Isra’ :36).

Oleh karena itu, menetapkan hukum berdasarkan qiyas adalah tidak sah, karena sesungguhnya hal itu adalah mengikuti dugaan.

Diantara kekaburan mereka yang paling nyata lagi adalah beberapa ungkapan yang mereka riwayatkan dari sebagian sahabat yang mencela ra’yu (pendapat) dan mengatakan hukum berdasarkan ra’yu, misalnya perkatan Umar ra :

ﺍﻴﺎﻜﻢﻭﺍﺼﺤﺎﺏﺍﻟﺮﺃﻯﻔﺎﻧﻬﻡﺍﻋﺪﺍﺀﺍﻟﺴﻧﻦ ﺍﻋﻴﺗﻬﻢﺍﻻﺤﺎﺪﻴﺚﺍﻥﻴﺤﻔﻈﻮﻫﺎﻔﻗﺎﻠﻮﺍﺑﺎﻟﺭﺃﻯﻔﻀﻟﻮﺍﻮﺍﺿﻟﻮﺍ



Artinya:

“ jauhkanlah dirimu dari ahli Ra’yu, karena sesungguhnya mereka itu adalah musuh-musuh sunnah. Menghafalkan hadist-hadist membuat mereka kepayahan, sehingga mereka berkata “ menurut pendapat (Ra’yu). Maka mereka sesat dan menyesatkan”.



Beberapa riwayat dari sahabat ini terlebih-lebih tidak bisa di pertanggung jawabkan, yang tidak dimaksudkan untuk mengingkari qiyas atau mempergunakannya sebagai hujjah. Yang dimaksudkan hanyalah melarang untuk mengikuti hawa nafsu dan pendapat yang tidak ada sumbernya dari nash.

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com